JAKARTA - Indonesia dikenal dengan keragaman wastranya. Selain batik, Indonesia memiliki tenun dari Kabupaten Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Identik dengan warna yang cenderung gelap serta motif yang beragam, membuat tenun Ende memiliki pesona tersendiri.
Hal tersebut terlihat dari warna yang didominasi dengan warna cokelat dan hitam karena proses pewarnaan yang alami. Selain itu, motif yang dibuat juga mengadopsi dari alam, seperti binatang, hasil benda adat, hasil kebun jagung atau padi, serta emas. Setiap motif juga menceritakan ada istiadat dan kepercayaan setempat.
"Keistimewaan kain tenun Ende lebih ke garis besar tenun itu sendirinya. Pewarnaanya alami. Mereka ambil dari sekitar, tapi misalnya kalau pohonnya mati, mereka menggunakan pewarna dari toko. Kalau warna biru ungu itu dari toko. Motifnya juga beragam. Ada kupu-kupu, binatang, ayam, geometris, naga yang dipengaruhi oleh China. Ada juga bidadari dipengaruhi Portugis, Belanda," papar Notty J Mahdi dari forum kajian antropologi Indonesia saat acara Warisan Ende di Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Coraknya yang halus dan padat terdiri dari ragam hias dan motif menjadi keunikan tersendiri dari tenun Ende. "Corak hiasnya punya filosofi. Seperti Nggaja Soke Mata Dhiki atau yang artinya gajah. Gajah itu bagi mereka artinya dewa, tempat duduk dewa. Jadi kalau mau make kain dengan motif ini harus hati-hati. Nggak boleh sembarangan. Yang pakai juga ibu-ibu sudah manula. Mereka yang sudah sukses," jelasnya.
"Pembuatannya juga susah. Biasanya cuma dibuat sama ibu-ibu yang anaknya sudah sukses dan ibu yang harus sudah mimpi. Mimpi didatangi dewa. Jadi memang nggak sembarangan. Ini motif paling tinggi, kalau dijual pun berati mereka butuh banget uang," tambahnya.
Sementara pembuatan yang cukup rumit membuat tenun Ende dibanderol dengan harga yang fantastis. Oleh karena itu, Notty pun berharap, tenun Ende tak hanya menjadi komoditas tapi terus dilestarikan. Dengan demikian, cara ini membuat kain tenun Ende bisa diketahui oleh masyarakat Indonesia, khususnya para generasi muda.
"Jadi kenapa kalau tenun itu ko mahal. Karena pembuatannya yang rumit dan ditambah benang emas dan perak itu sebabnya mahal. Mahal itu benangnya dan bisa buat DP mobil Avanza. Jadi jangan "menistakan tenun". Potong-potong terus tempel di dress. Apalagi kau motifnya sakral. Kalau masyarakat adat itu pasti punya tenun dan dipakai untuk sehari-hari. Tapi untuk yang anak muda, saya berharap, pakai tenun untuk lestarikan. Awalnya cukup dengan pakai tenun yang sederhana yang garis-garis," pungkasnya.
Sumber : sindo.com
Hal tersebut terlihat dari warna yang didominasi dengan warna cokelat dan hitam karena proses pewarnaan yang alami. Selain itu, motif yang dibuat juga mengadopsi dari alam, seperti binatang, hasil benda adat, hasil kebun jagung atau padi, serta emas. Setiap motif juga menceritakan ada istiadat dan kepercayaan setempat.
"Keistimewaan kain tenun Ende lebih ke garis besar tenun itu sendirinya. Pewarnaanya alami. Mereka ambil dari sekitar, tapi misalnya kalau pohonnya mati, mereka menggunakan pewarna dari toko. Kalau warna biru ungu itu dari toko. Motifnya juga beragam. Ada kupu-kupu, binatang, ayam, geometris, naga yang dipengaruhi oleh China. Ada juga bidadari dipengaruhi Portugis, Belanda," papar Notty J Mahdi dari forum kajian antropologi Indonesia saat acara Warisan Ende di Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Coraknya yang halus dan padat terdiri dari ragam hias dan motif menjadi keunikan tersendiri dari tenun Ende. "Corak hiasnya punya filosofi. Seperti Nggaja Soke Mata Dhiki atau yang artinya gajah. Gajah itu bagi mereka artinya dewa, tempat duduk dewa. Jadi kalau mau make kain dengan motif ini harus hati-hati. Nggak boleh sembarangan. Yang pakai juga ibu-ibu sudah manula. Mereka yang sudah sukses," jelasnya.
"Pembuatannya juga susah. Biasanya cuma dibuat sama ibu-ibu yang anaknya sudah sukses dan ibu yang harus sudah mimpi. Mimpi didatangi dewa. Jadi memang nggak sembarangan. Ini motif paling tinggi, kalau dijual pun berati mereka butuh banget uang," tambahnya.
Sementara pembuatan yang cukup rumit membuat tenun Ende dibanderol dengan harga yang fantastis. Oleh karena itu, Notty pun berharap, tenun Ende tak hanya menjadi komoditas tapi terus dilestarikan. Dengan demikian, cara ini membuat kain tenun Ende bisa diketahui oleh masyarakat Indonesia, khususnya para generasi muda.
"Jadi kenapa kalau tenun itu ko mahal. Karena pembuatannya yang rumit dan ditambah benang emas dan perak itu sebabnya mahal. Mahal itu benangnya dan bisa buat DP mobil Avanza. Jadi jangan "menistakan tenun". Potong-potong terus tempel di dress. Apalagi kau motifnya sakral. Kalau masyarakat adat itu pasti punya tenun dan dipakai untuk sehari-hari. Tapi untuk yang anak muda, saya berharap, pakai tenun untuk lestarikan. Awalnya cukup dengan pakai tenun yang sederhana yang garis-garis," pungkasnya.
Sumber : sindo.com
Comments
Post a Comment